Dilema Perempuan yang Harus Memilih Karier atau Keluarga

Posted By admin on 5/19/2017 | 5/19/2017


perempuan
ilustrasi: Perempuan seringkali harus memilih antara karier dan keluarga ketika kebijakan di tempat kerjanya tidak kondusif.
Seputar Kita -- Perempuan seringkali harus memilih antara karier dan keluarga ketika kebijakan di tempat kerjanya tidak kondusif. Pilihan tersebut berdampak lebih luas tak hanya di tingkat keluarga, tapi juga secara makro terhadap rendahnya partisipasi angkatan kerja perempuan. 

Ungkapan itu disampaikan Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) di Jakarta, pada Kamis (18/5).

IBCWE adalah koalisi yang dibentuk delapan perusahaan besar Indonesia untuk mendorong kesetaraan gender.  Kedelapan perusahaan tersebut adalah Sintesa Group, PT Gajah Tunggal, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, PT Pan Brothers, PT Accenture, PT Adis Dimension Sportswear, PT Mitra Adi Perkasa dan PT Unilever Indonesia. 

Dari laporan data ILO 2015, jumlah pekerja perempuan di Indonesia 38% dari 120 juta tenaga kerja. Sementara, laporan Global Gender Gap dari the World Economic Forum 2016 menunjukkan Indonesia berada di urutan 88 dari 144 negara.

Demi mencari cara agar pekerja perempuan dapat menyeimbangkan antara karier dan keluarga, IBCWE menginisiasi sebuah dialog bersama empat pimpinan atau CEO perusahaan untuk mengupas lebih jauh bagaimana peran perusahaan dalam keseimbangan kedua hal tersebut. 

"Keempat CEO menjadi pelopor bagi kesetaraan gender. Mereka akan menjadi male champions yang membuat sebuah patokan atau benchmark baru untuk para pemimpin perusahaan lain," ujar Shinta Kamdani, CEO Sintesa Group yang juga Ketua Dewan Pembina IBCWE.

Keempat pimpinan perusahaan itu yakni Handry Satriago, CEO General Electric Indonesia, Pahala Mansury CEO Garuda Indonesia, John Riady Direktur Lippo Group dan Rosan P. Roeslani Ketua Umum Kadin. 

Peran perusahaan 

Dalam paparannya, Pahala membenarkan bahwa hanya sedikit perempuan dalam jajaran manajerial atau yang berada di tampuk pimpinan di industri penerbangan, apalagi untuk profesi pilot dan bagian mesin. 

"Tantangan terbesar buat jadi pilot adalah tuntutan untuk meninggalkan keluarga dalam jangka waktu cukup lama," kata dia. 

Namun, Pahala menegaskan perusahaan mendorong perekrutan lebih banyak pekerja perempuan untuk masa yang akan datang, termasuk pilot. 

"Dengan catatan adanya pengaturan jam kerja, supaya mereka pilot dan pramugari bisa punya waktu juga untuk keluarga," ujarnya. 

Pahala mengakui menelurkan kebijakan untuk ini menjadi tantangan tersendiri akan tetapi patut dipertimbangkan. Ia juga menuturkan tidak menutup kemungkinan akan ada perbedaan pengaturan antara pekerja laki-laki dengan perempuan. 

Senada dengan Pahala, John Riady dari Lippo Group mengatakan saat ini perempuan mendominasi hanya di bidang tertentu seperti bidang kesehatan, retail dan divisi marketing. 

"Dari semua itu, di kelompok atau tim yang banyak wanitanya, dinamika tim lebih sehat dan seimbang. Ini sesuatu yang harus diperjuangkan," ujarnya. 

John menuturkan perusahaan yang digawanginya sedang memikirkan sejumlah kebijakan yang memihak dan memberdayakan perempuan. Di antaranya kebijakan atau program inisiatif yang mendorong dan mendukung perempuan untuk tetap seimbang antara karier dan perannya sebagai ibu di keluarganya. Ia menyayangkan banyak pekerja yang usai menikah dan punya anak memutuskan berhenti.

"Selain itu, yang lebih penting kita harus juga memperdalam peran pria di rumah, sehingga bisa seimbang," tambah dia. 

Perempuan dan ragam ide 

Rosan, Ketum Kadin melihat pekerja perempuan lebih bersifat terbuka dalam hal kerja sama dibanding laki-laki yang individualistis. Ini menjadi salah satu alasan agar lebih banyaknya peluang kerja untuk perempuan. 

Tidak hanya itu, Handry Satriago dari GE melihat keterlibatan perempuan dapat mendorong lahirnya beragam ide dan gagasan sehingga mendukung kemajuan perusahaaan. 

Saat ini, kata dia, perempuan mendominasi dalam bidang HR, Legal, Marketing, dan Sales. Ia menegaskan untuk terbukanya kesempatan pada perempuan di bidang lain, tak lagi terbatas pada bidang-bidang tersebut. 

"Kita mengutamakan keberagaman ide, untuk sebuah perubahan, dan oleh karenanya kita membutuhkan pekerja perempuan," tambah dia. 

Berbagai ungkapan itu mestinya lebih mendorong tingginya partisipasi angkatan kerja perempuan di masa mendatang. Dari catatan statistik Asia Development Bank diketahui 57% lulusan universitas di Indonesia adalah perempuan, akan tetapi hanya 47% yang masuk ke pasar tenaga kerja sebagai pemula, 20% mengisi manajemen tingkat menengah, dan 5% menjadi anggota badan eksekutif perusahaan. 

"Kita harus memastikan perempuan bekerja makin dimudahkan untuk bisa seimbang antara karier, kehidupan pekerjaan dan keluarga," kata Dini.  (rah)
Blog, Updated at: 5/19/2017

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

loading...